Rabu, 28 Oktober 2015

Penelitian

Penelitian

1.             Pengertian penelitian
 Penelitian atau riset berasal dari bahasa inggris research yang artinya adalah proses pengumpulan informasi dengan tujuan meningkatkan, memodifikasi atau mengembangkan sebuah penyelidikan atau kelompok penyelidikan. Pada dasarnya riset atau penelitian adalah setiap proses yang menghasilkan ilmu pengetahuan. Adapun pengertian penelitian menurut para ahli adalah :
a.      Indriantoro & Supomo (1999: 16) => Penelitian merupakan refleksi dari keinginan untuk mengetahui sesuatu berupa fakta-fakta atau fenomena alam.
b.         Tuckman =>Penelitian merupakan suatu usaha yang sistematis untuk menemukan jawaban ilmiah terhadap suatu masalah (a systematic attempt to provide answer to question). Sistematis artinya mengikuti prosedur atau langkah-langkah tertentu. Jawaban ilmiah adalah rumusan pengetahuan, generaliasi, baik berupa teori, prinsip baik yang bersifat abstrak maupun konkret yang dirumuskan melalui alat primernya yaitu empiris dan analisis. Penelitian itu sendiri bekerja atas dasar asumsi, teknik dan metode.
c.       Depdiknas RI =>Kerjasama ilmiah untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dalam rangka memperoleh informasi/temuan/produk baru melalui metodologi yang berkaitan erat dengan satu atau beberapa disiplin ilmu

Secara umum, penelitian diartikan sebagai suatu proses pengumpulan dan analisis data yang dilakukan secara sistematis dan logis untuk mencapai tujuan tertentu. Penelitian pada hakikatnya merupakan suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan dengan menggunakan metode-metode ilmiah.
Penelitiaan merupakan upaya untuk mengembangkan pengetahuan, mengembangkan dan menguji teori. Dalam kaitannya dengan upaya pengembangan pengetahuan, Welberg (1986) mengemukakan lima langkah pengembangan pengetahuan melalui penelitian, yaitu:
(1) mengidentifikasi masalah penelitian
(2) melakukan studi empiris
(3) melakukan replikasi atau pengulangan
(4) menyatukan (sintesis) dan mereviu, dan
(5) menggunakan dan mengevaluasi (McMillan dan Schumacher, 2001: 6 )

Penelitian dapat pula diartikan sebagai cara dan proses penemuan melalui pengamatan atau penyelidikan yang bertujuan untuk mencari jawaban permasalahan atau persoalan sebagai suatu masalah yang diteliti.

 
2.             Karakteristik Proses Penelitian
 Penelitian ilmiah bergantung pada karakterisasi yang cermat atas subjek investigasi. Dalam proses karakterisasi, ilmuwan mengidentifikasi sifat-sifat utama yang relevan yang dimiliki oleh subjek yang diteliti. Selain itu, proses ini juga dapat melibatkan proses penentuan (definisi) dan pengamatan-pengamatan yang dimaksud seringkali memerlukan pengukuran dan perhitungan yang cermat. Umumnya terdapat empat karakteristik penelitian ilmiah :
a.         Sistematik. Berarti suatu penelitian harus disusun dan dilaksanakan secara berurutan sesuai pola dan kaidah yang benar, dari yang mudah dan sederhana sampai yang kompleks.
b.     Logis. Suatu penelitian dikatakan benar bila dapat diterima akal dan berdasarkan fakta empirik. Pencarian kebenaran harus berlangsung menurut prosedur atau kaidah bekerjanya akal yaitu logika. Prosedur penalaran yang dipakai bias dengan prosedur induktif yaitu cara berpikir untuk menarik kesimpulan umum dari berbagai kasus individual (khusus), atau prosedur deduktif yaitu cara berpikir untuk menarik kesimpulan yang bersifat khusus dari pernyataan yang bersifat umum.
c.     Empirik. Artinya suatu penelitian yang didasarkan pada pengalaman sehari-hari, yang ditemukan atau melalui hasil coba-coba yang kemudian diangkat sebagai hasil penelitian.
Landasan empirik ada tiga yaitu :
                                              i.            Hal-hal empirik selalu memiliki persamaan dan perbedaan (ada penggolongan   atau perbandingan satu sama lain).
                                            ii.            Hal-hal empirik selalu berubah-ubah sesuai dengan waktu.
                                          iii.            Hal-hal empirik tidak bisa secara kebetulan,melainkan ada penyebabnya.
d.       Replikatif. Artinya suatu penelitian yang pernah dilakukan harus di uji kembali oleh peneliti lain dan harus memberikan hasil yang sama bila dilakukan dengan metode, kriteria, dan kondisi yang sama. Agar bersifat replikatif, penyusunan definisi operasional variable menjadi langkah penting bagi seorang peneliti.

2.1         Langkah-Langkah Metode Ilmiah
Langkah-langkah pada metode ilmiah antara lain:
            1.    Memilih dan mendefinisikan masalah
2.    Survey terhadap data yang tersedia
3.    Memformulasikan hipotesa
4.    Membangun kerangka analisa serta alat-alat dalam menguji hipotesa
5.    Mengumpulkan data primer
6.    Mengolah, menganalisa serta membuat interpretasi
7.    Membuat generalisasi dan kesimpulan
8.    Membuat laporan

2.2         Pelaksanaan metode ini meliputi enam tahap, yaitu :
            1.    Merumuskan masalah.
2.  Mengumpulkan keterangan, yaitu segala informasi yang mengarah dan dekat pada pemecahan masalah. Sering juga disebut mengkaji teori atau kajian pustaka.
3.  Menyusun hipotesis yang merupakan kesimpulan sementara yang berdasarkan data atau keterangan yang diperoleh selama observasi atau telaah pustaka.
4.    Menguji hipotesis dengan melakukan percobaan atau penelitian.
5. Mengolah data (hasil) percobaan dengan menggunakan metode statistic untuk menghasilkan kesimpulan. Hasil penelitian dengan metode ini adalah data yang objektif, tidk dipengaruhi subyektifitas ilmuwan peneliti dan universal.
6.   Menguji kesimpulan untuk meyakinkan kebenaran hipotesis melalui hasil percobaan dan perlu juga dilakukan uji ulang. Apabila hasil uji mendukung hipotesis, maka hipotesis itu bias menjadi kaidah (hukum) dan bahkan menjadi teori.


3.             Hubungan Penelitian dengan Perancangan
3.1         Penelitian
 Enam sekuens kegiatan dalam penelitian, mengadopsi Creswell (2011): (1) identifikasi persoalan, (2) kajian pustaka, (3) spesifikasi tujuan penelitian, (4)pengumpulan data, (5) analisis data dan (6) laporan dan evaluasi penelitian. Enam tahapan tersebut dalam pelaksanaan penelitian dikerjakan secara berurutan, tidak dapat dibalik. Kajian pustaka harus dikerjakan sebelum tujuan penelitian diputuskan. Kajian pustaka yang komprehensif, akan membantu pengambilan keputusan tujuan penelitian yang tepat, menghindari pengulangan penelitian yang telah dikerjakan oleh orang lain, menjamin kebaruan temuan penelitian dan menjamin kontribusi penelitian pada pengembangan ilmu pengetahuan atau pemahaman terhadap permasalahan yang sedang dihadapi.
      Tujuan penelitian menggambarkan penelitian yang akan dikerjakan bersifat deskriptif (naratif, fenomenologi, etnografi), eksploratif (grounded-theory, studi-kasus) atau eksplanatori (korelasional, kuasi eksperimental, eksperimental), (Creswell, 2007, Groat & Wang, 2002). Rumusan dari tujuan penelitian, memiliki implikasi langsung pada metode pengumpulan data, apakah akan bersifat open-ended atau close-ended, kualitatif atau kuantitatif.
       Rumusan tujuan, jika tujuan dirumuskan dengan baik, juga secara implisit menggambarkan pengetahuan yang akan diungkap atau teori yang akan disusun, yang strukturnya tergantung pada metode analisis yang digunakan. Sehingga, secara praktis dapat dipahami bahwa tujuan, pengumpulan data dan analisis data merupakan tahapan yang berurutan yang sekuensnya tidak dapat ditukar-tempat. Tahapan terakhir dari penelitian, yang juga merupakan maksud penelitian dikerjakan adalah mendapatkan pengetahuan baru. Penelitian akan sia-sia jika setelah rangkaian kegiatan yang dikerjakan, tidak didapatkan pengetahuan baru. 

3.2         Ciri-khas penelitian
 Penelitian dikerjakan untuk mendapatkan pengetahuan baru tentang persoalan tertentu yang spesifik. Satu penelitian tertentu tidak mungkin dapat mengungkap segala macam pengetahuan secara utuh tentang permasalahan atau persoalan tertentu yang sedang dihadapi. Pengetahuan yang utuh hanya dapat diperoleh melalui rangkaian kegiatan penelitian yang dikerjakan oleh peneliti tertentu secara berkelanjutan atau oleh komunitas pengembangan keilmuan secara kolektif (banyak orang tanpa kesepakatan formal) atau kolaboratif (bersama-sama dengan kesepakatan formal).

3.3         Perancangan
Enam sekuens tahapan kegiatan perancangan, mengadopsi dari Duerk (1993): (1)identifikasi fakta, (2)memilih persoalan prioritas, (3)memutuskan tujuan, (4)menetapkan kriteria, (5)memilih konsep dan (6)presentasi. Sewajarnya fakta (tapak, konteks dan pengguna) diidentifikasi dan dipahami dengan baik, di awal rangkaian kegiatan perancangan. Karya perancangan selalu berada di tapak yang memiliki karakteristik yang khas, dikelilingi konteks yang khas dan pengguna yang mungkin juga sangat berbeda dengan karya perancangan lainnya. Perancangan tidak mungkin dimulai tanpa memahami ‘lokalitas’ fakta perancangan.
 Selanjutnya pada setiap kriteria perancangan, dapat dipilih beberapa konsep perancangan (cara arsitektural untuk mencapai tujuan dan memenuhi kriteria perancangan). Misalnya untuk memenuhi kriteria kemiripan langgam kulit bangunan, dipilih konsep langgam dinding yang memiliki tipologi bentuk yang mirip dengan bangunan di lingkungan sekitar tetapi menggunakan warna analogic (warna-warna yang berdekatan), dan bentuk, dimensi, proporsi bukaan yang sama persis tetapi dengan warna komplementer (posisi pada diagram warna berlawanan). Konsep perancangan mengikuti kriteria, dan kriteria ditetapkan berdasarkan tujuan.

3.4         Ciri-khas Perancangan
Perancangan dikerjakan untuk mendapatkan perwujudan karya arsitektur dalam berbagai skala, seperti bangunan, lanskap, kota, kawasan dst. Di dalam perancangan, tapak dan konteks direspon, kebutuhan pengguna diwadahi, komponen yang tangible (atap, dinding, lantai, kolom, pondasi dll) dan yang untangible (ruang)  dirangkai menjadi satu. Perancangan merupakan kegiatan merangkai berbagai macam komponen pengetahuan/persoalan menjadi satu keutuhan. Karena itu, perancangan disebut juga sebagai kegiatan sintesis (merangkai).

3.5         Hubungan Penelitian dan Perancangan
Kegiatan penelitian dan perancangan memiliki karakter yang berbeda. Penelitian berusaha memahami persoalan tertentu, perancangan menerapkan pemahaman semua persoalan, yang terkait perancangan. Penelitian cenderung bersifat dekomposisi, konvergen, fokus, rasional dan ilmiah, sehingga prosedur pengerjaannya harus benar (valid) dan dapat dipercaya (reliable). Perancangan cenderung bersifat rekomposisi, divergen, keutuhan, intuitif dan tidak harus ilmiah, sehingga prosedur pengerjaannya tidak baku dan tidak harus (tidak perlu) valid. Akurasi analisis sangat penting dalam penelitian. Kreativitas sintesis sangat penting dalam perancangan, karena alternatif dan variasi kemungkinan kombinasi/rangkaian berbagai persoalan tidak terbatas (infinite).


4.             Macam Tujuan Penelitian
4.1         Ditinjau Dari Tujuan Penelitian , penelitian dibagi menjadi dua yaitu :
A.       Murni (Pure Research)
 Pure research : penelitian yang diarahkan sekedar untuk memahami sesuatu secara mendalam tanpa bermaksud untuk menerapkannya. Penelitian murni adalah suatu riset yang mempunyai alasan intelektual an sich, bertujuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yaitu suatu alasan yang didasarkan atas keinginan untuk mengetahui semata – mata, yang tidak langsung mempunyai kegunaan praktis.
Hasil dari penelitian dasar adalah pengetahuan umum dan hukum – hukum. Pengetahuan umum ini merupakan alat untuk memecahkan masalah praktis dan penelitian murni tidak dibayang – bayangi oleh pertimbangan penggunaan dari penemuan tersebut.
B.       Terapan (Applied Research)
Applied research :penelitian yang diarahkan sekedar untuk memahami informasi yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah secara mendalam dan bermaksud untuk menerapkannya. Penelitian terapan adalah suatu riset yang mempunyai tujuan atau alasan praktis  (pratical reason) yaitu suatu alasan yang berdasarkan atas keinginan untuk mengetahui sesuatu degan tujuan agar bisa melakukan sesuatu lebih baik, efektif dan efisien.
Dari penelitian ini diperoleh hasil berupa pemaparan, latar belakang suatu masalah dan saran – saran tindakan (action) sebagai implementasi dari kesimpulan – kesimpulan yang dirumuskan si peneliti. Deskripsi terapan dalam penelitian pada dasarnya bersifat menerangkan. Penelitian terapan merupakan kegiatan alamiah untuk mengungkapkan gejala alam dan gejala sosial dalam kehidupan yang dipandang perlu diperbaiki karena memiliki berbagai kelemahan dengan menggunakan metode yang sistematis, teratur, tertib dan dapat dipertanggungjawabkan. Dalam praktiknya,penelitian terapan tidak dapat dilepaskan dari teori – teori terutama untuk memberikan landasan berpijak / dari sudut mana pemecahan suatu masalah dibahas atau diungkapkan.

4.2         Ditinjau Dari Bidang Ilmu
Secara umum, ilmu-ilmu dapat dibedakan antara ilmu-ilmu dasar dan ilmu-ilmu terapan. Termasuk kelompok ilmu dasar, antara lain ilmu-ilmu yang dikembangkan di fakultas-fakultas MIPA (Mathematika, Fisika, Kimia, Geofosika), Biologi, dan Geografi. Kelompok ilmu terapan meliputi antara lain: ilmu-ilmu teknik, ilmu kedokteran, ilmu teknologi pertanian Ilmu-ilmu dasar dikembangkan lewat penelitian yang biasa disebut sebagai  “penelitian dasar” (basic research), sedangkan penelitian terapan (applied research) menghasilkan ilmu-ilmu terapan. Penelitian terapan (misalnya di bidang fisika bangunan) dilakukan dengan memanfaatkan ilmu dasar (misal: fisika). Oleh para perancang teknik, misalnya, ilmu terapan dan ilmu dasar dimanfaatkan untuk membuat rancangan keteknikan (misal: rancangan bangunan). Tentu saja, dalam merancang, para ahli teknik bangunanT tersebut juga mempertimbangkan hal-hal lain, misalnya: keindahan, biaya, dan sentuhan  budaya. Catatan: Suriasumantri (1978: 29) menamakan penelitian dasar tersebut di atas sebagai “penelitian murni” (penelitian yang berkaitan dengan “ilmu murni”, contohnya: Fisika teori).
Pada perkembangan keilmuan terbaru, sering sulit menngkatagorikan ilmu dasar dibedakan dengan ilmu terapan hanya dilihat dari fakultasnya saja. Misal, di Fakultas Biologi dikembangkan ilmu biologi teknik (biotek), yang mempunyai ciri-ciri ilmu terapan karena sangat dekat dengan penerapan ilmunya ke praktek nyata (perancangan produk). Demikian juga, dulu Ilmu Farmasi dikatagorikan sebagai ilmu dasar, tapi kini dimasukkan sebagai ilmu terapan karena dekat dengan terapannya di bidang industri. Karena makin banyaknya hal-hal yang masuk pertimbangan ke proses perancangan/perencanaan, selain ilmu-ilmu dasar dan terapan, produk-produk perancangan/perencanaan dapat menjadi obyek penelitian. Penelitian seperti ini disebut sebagai penelitian evaluasi (evaluation research) karena mengkaji dan mengevaluasi produk-produk tersebut untuk menggali pengetahuan/teori “yang tidak terasa” melekat pada produk-produk tersebut (selain ilmu-ilmu dasar dan terapan yang sudah ada sebelumnya). Bila tidak melihat apakah penelitian dasar atau terapan, maka macam penelitian menurut bidang ilmu dapat dibedakan langsung sesuai macam ilmu. Contoh: penelitian pendidikan, penelitian keteknikan, penelitian ruang angkasa, pertanian, perbankan, kedokteran, keolahragaan, dan sebagainya (Arikunto, 1998: 11).

4.3         Ditinjau Dari Pembentukan Ilmu
Ilmu dapat dibentuk lewat penelitian induktif atau penelitian deduktif. Diterangkan secara sederhana, penelitian induktif adalah penelitian yang menghasilkan teori atau hipotesis, sedangkan penelitian deduktif merupakan penelitian yang menguji (mengetes) teori atau hipotesis (Buckley dkk., 1976: 21). Penelitian deduktif diarahkan oleh hipotesis yang kemudian teruji atau tidak teruji selama proses penelitian. Penelitian induktif diarahkan oleh keingintahuan ilmiah dan upaya peneliti dikonsentrasikan pada prosedur pencarian dan analisis data (Buckley dkk., 1976: 23). Setelah suatu teori lebih mantap (dengan penelitian deduktif) manusia secara alamiah ingin tahu lebih banyak lagi atau lebih rinci, maka dilakukan lagi penelitian induktif, dan seterusnya beriterasi sehingga khazanah ilmu pengetahuan semakin bertambah lengkap.
Secara lebih jelas, penelitian deduktif dilakukan berdasar logika deduktif, dan penelitian induktif dilaksanakan berdasar penalaran induktif (Leedy, 1997: 94-95). Logika deduktif dimulai dengan premis mayor (teori umum); dan berdasar premis mayor dilakukan pengujian terhadap sesuatu (premis minor) yang diduga mengikuti premis mayor tersebut. Misal, dulu kala terdapat premis mayor bahwa bumi berbentuk datar, maka premis minornya misalnya adalah bila kita berlayar terus menerus ke arah barat atau timur maka akan sampai pada tepi bumi. Kelemahan dari logika deduktif adalah bila premis mayornya keliru. Kebalikan dari logika deduktif adalah penalaran induktif. Penalaran induktif dimulai dari observasi empiris (lapangan) yang menghasilkan banyak data (premis minor). Dari banyak data tersebut dicoba dicari makna yang sama (premis mayor)—yang merupakan teori sementara (hipotesis), yang perlu diuji dengan logika deduktif.

4.4         Ditinjau Dari Paradigma Keilmuan
Menurut Muhajir (1990), terdapat tiga macam paradigma keilmuan yang berkaitandengan penelitian, yaitu: (1) positivisme, (2) rasionalisme, dan (3) fenomenologi. Ketiga macam penelitian ini dapat dibedakan dalam beberapa sudut pandang (a) sumber kebenaran/teori, dan (2) teori yang dihasilkan dari penelitian.Dari sudut pandang sumber kebenaran, paradigma positivisme percaya bahwa kebenaran hanya bersumber dari empiri sensual, yaitu yang dapat ditangkap oleh pancaindera, sedangkan paradigma rasionalisme percaya bahwa sumber kebenaran tidak hanya empiri sensual, tapi juga empiri logik (pikiran: abstraksi, simplifikasi), dan empiri etik  (idealisasi realitas). Paradigma fenomenologi menambah semua empiri yang dipercaya sebagai sumber kebenaran oleh rasionalisme dengan satu lagi yaitu empiri transcendental (keyakinan; atau yang berkaitan dengan Ke-Tuhan-an). Dari pandangan teori yang dihasilkan, penelitian dengan berbasis paradigma positivisme atau rasionalisme, keduanya menghasilkan sumbangan kepada khazanah ilmu nomotetik (prediksi dan hukum-hukum dari generalisasi).
Di lain pihak, penelitian berbasis fenomenologi tidak berupaya membangun ilmu dari generalisasi, tapi ilmu idiografik (khusus berlaku untuk obyek yang diteliti). Sering ditanyakan manfaat dari ilmu yang berlaku local dibandingkan ilmu yang berlaku umum (general). Keduanya saling melengkapi, karena ilmu lokal menjelaskan kekhasan obyek dibandingkan yang umum. Misal, kini sedang berkembang ilmu tentang ASEAN (ASEAN studies). Manfaat dari ilmu semacam ini dapat dicontohkan sebagai berikut: di negara barat, banyak orang ingin berdagang di ASEAN; agar berhasil baik, mereka perlu mempelajari tatacara/kebiasaan/kultur berdagang di ASEAN, maka mereka mempelajari ilmu lokal yang menjelaskan perbedaan tatacara perdagangan di kawasan tersebut dibanding tatacara perdagangan yang umum di dunia. Untuk lebih menjelaskan perbedaan antar ketiga macam penelitian berbasis tiga macam paradigma yang berbeda tersebut, di bawah ini (lihat Tabel Ragam-1)satu per satu dibahas lebih lanjut, terutama dari (a) kerangka teori sebagai persiapan penelitian, (b)  kedudukan obyek dengan lingkungannya, (c) hubungan obyek dan peneliti, dan (d) generalisasi hasil—sumber: Muhadjir (1990)


5.             Ragam Penelitian
 Ragam Penelitian menurut Strategi (Opini, Empiris, Arsip, Logika internal)
Buckley dkk. (1976: 23) menjelaskan arti metodologi, strategi, domain, teknik, sebagai berikut:
          1.      Metodologi merupakan kombinasi tertentu yang meliputi strategi, domain, dan teknik yang   dipakai untuk mengembangkan teori (induksi) atau menguji teori (deduksi).
  1. Strategi terkait dengan sifat alamiah yang esensial dari data dan proses data tersebut dikumpulkan dan diolah.
  2. Domain berkaitan dengan sumber data dan lingkungannya.
  3. Teknik terkait dengan alat pengumpulan dan pengolahan data. Teknik dibedakan dua macam, yaitu:
  4. Teknik “formal” merupakan teknik yang diterapkan secara obyektif dan menggunakan data kuantitatif.
  5. Teknik “informal” merupakan teknik yang diterapkan secara subyektif dan menggunakan data kualitatif.
Secara lebih sederhana, dapat dikatakan bahwa strategi berkaitan dengan “cara” kita melakukan pengembangan atau pengujian teori. Berkaitan dengan strategi, ragam penelitian dapat dibedakan menjadi empat, yaitu penelitian: (1) opini, (2) empiris, (3) kearsipan, dan (4) analitis.

5.1         Penelitian Opini
Bila peneliti mencari pandangan atau persepsi orang-orang terhadap suatu permasalahan, maka ia melakukan penelitian opini. Orang-orang tersebut dapat merupakan kelompok atau perorangan (jadi domain-nya dapat berupa kelompok atau individual). Terdapat banyak ragam metode/teknik yang dapat dipakai untuk penelitian opini perorangan, salah satunya yang populer dan formal adalah: metode penelitian survei (survey research). Selain itu, penjaringan persepsi perorangan yang informal dapat dilakukan dengan teknik wawancara. Untuk mengumpulkan opini kelompok, secara formal, dapat dipakai metode Delphi. Metode ini dilakukan terhadap kelompok pakar, untuk mengembangkan konsensus—atau tidak adanya konsensus—dengan menghindari pengaruh opini antar pakar-pakar. Teknik informal untuk menggali opini kelompok dapat dilakukan antara lain dengan curah gagas (brainstorming)3. Cara ini dilakukan dengan (a) menfokuskan pada satu masalah yang jelas, (b) terima semua ide, tanpa disangkal, tanpa melihat layak atau tidak, dan (c) katagorikan ide-ide tersebut.

5.2         Penelitian Empiris
                    Empiris terkait dengan observasi atau kejadian yang dialami sendiri oleh peneliti. Penelitian empiris dapat dibedakan dalam tiga macam bentuk, yaitu: studi kasus, studi lapangan, dan studi laboratorium. Ketiga macam penelitian ini dapat dibedakan dari dua sudut pandang, yaitu: (a) keberadaan rancangan eksperimen, dan (b) keberadaan kendali eksperimen—seperti terlihat pada tabel berikut:

 Teknik observasi merupakan teknik yang dapat dipakai untuk ketiga macam penelitian empiris di atas. Selain itu, untuk studi lapangan dapat dipakai teknik studi waktu dan gerak (time and motion study), misal dibantu dengan peralatan kamera video, TV sirkuit rertutup, atau alat “penangkap” kejadian (sensor) dan perekam yang lain. Untuk studi laboratorium dapat dilakukan antara lain dengan simulasi (misal dengan komputer).
5.3         Penelitian Kearsipan/Kepustakaan
“Arsip”, dalam hal ini, diartikan sebagai rekaman fakta yang disimpan. Kita bedakan tiga tipe arsip, yaitu: (1) primer, (2) sekunder, dan (3) fisik. Dua tipe yang pertama berkaitan dengan arsip tertulis, tape, dan bentuk -bentuk lain dokumentasi. Arsip primer adalah rekaman fakta langsung oleh perekamnya (misal: data perkantoran), sedangkan arsip sekunder merupakan hasil rekaman orang/pihak lain. Tipe ketiga, yaitu arsip fisik, dapat berupa batu candi, jejak kaki, dan sebagainya. Teknik informal dalam penelitian ini berupa antara lain: scanning dan observasi. Teknik formal untuk arsip tertulis primer dapat dilakukan dengan metode analisis isi (content analysis). Terhadap arsip sekunder dapat dilakukan teknik sampling, sedangkan terhadap arsip fisik dapat dilakukan antara lain dengan pengukuran erosi dan akresi (untuk penelitian arkeologi).

5.4         Penelitian Analitis
Terdapat problema penelitian yang tidak dapat dipecahkan dengan penelitian opini, empiris atau kearsipan. Penelitian tersebut perlu dipecahkan secara analitis, yaitu dilakukan dengan cara memecah problema menjadi sub-sub problema (atau variabel-variabel) dan dicari karakteristik tiap sub problema (variabel) dan keterkaitan antar sub problema (variabel). Penelitian analitis sangat menggantungkan diri pada logika internal penelitinya, sehingga subyektivitas peneliti perlu dihindari. Untuk itu, penelitian analitis perlu mendasarkan diri pada filsafat atau logika. Terdapat berbagai teknik formal dalam penelitian analitis, antara lain: logika matematis, pemodelan matematis, dan teknik organisasi formal (flowcharting, analisis jaringan, strategi pengambilan keputusan, algoritma, heuristik). Catatan: Riset operasi merupakan pengembangan dari penelitian analitis. Teknik informal untuk penelitian analitis meliputi antara lain: skenario, dialektik, metode dikotomus, metode teralogis—lihat Buckley dkk. (1976: 27).

5.5         Ragam Penelitian lainnya
Dalam literatur terdapat banyak ragam penelitian menurut berbagai sudut pandang, dan tidak semua ragam dapat dibahas disini. Pembahasan lain-lain hanya akan melihat ragam penelitian bersumber dari tiga pustaka, yaitu buku Arikunto (1998), Suryabrata (1983)4, dan Yin (1989).
Ragam Penelitian menurut pendekatan—sumber: Arikunto (1998: 9-10) 
         a.       Penelitian dengan pendekatan longitudinal (satu obyek penelitian dilihat bergerak sejalan dengan waktu)
  1. Penelitian dengan pendekatan penampang-silang (cross-sectional—yaitu banyak obyek penelitian dilihat pada satu waktu yang sama).
Ragam Penelitian—sumber: Suryabrata (1983: 15-64)
a.       Historis (membuat rekonstruksi masa lampau secara sistematis dan obyektif)
  1. Deskriptif (membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta dan sifat populasi atau daerah tertentu)
  2. Perkembangan (menyelidiki pola dan urutan pertumbuhan dan/atau perubahan sebagai fungsi waktu)
  3. Kasus/Lapangan (mempelajari secara intensif latar belakang keadaan sekarang dan interaksi lingkungan suatu obyek)
  4. Korelasional (mengkaji tingkat keterkaitan antara variasi suatu faktor dengan variasi faktor lain berdasar koefisien korelasi)
  5. Eksperimental sungguhan (menyelidiki kemungkinan hubungan sebab akibat dengan melakukan kontrol/kendali)
  6. Eksperimental semu (mengkaji kemungkinan hubungan sebab akibat dalam keadaan yang tidak memungkinkan ada kontrol/kendali, tapi dapat diperoleh informasi pengganti bagi situasi dengan pengendalian)
  7. Kausal-komparatif (menyelidiki kemungkinan hubungan sebab-akibat, tapi tidak dengan jalan eksperimen—dilakukan denganpengamatan terhadap data dari faktor yang diduga menjadi penyebab, sebagai pembanding)
  8. Tindakan (mengembangkan ketrampilan baru atau pendekatan baru dan diterapkan langsung serta dikaji hasilnya).

5.6         Ragam Penelitian & Syarat penelitian
Melihat banyak ragam penelitian dari berbagai sudut pandang dan dari berbagai pendapat para penulis, maka kita perlu hati-hati dalam menyebut ragam penelitian kita, karena dengan istilah yang sama tapi orang lain mungkin menangkap artinya secara berbeda. Sering pula untuk satu pengertian yang sama tapi diberi istilah yang berbeda. Selain itu, perlu diperhatikan bahwa penelitian perlu dilakukan dengan syarat:
            1.      SISTEMATIK (menuruti prosedur tertentu, tidak ruwet), dan
  1. OBYEKTIF (tidak subyektif, dengan sampel yang cukup, dipublikasikan agar dapat dievaluasi oleh kelompok pakar bidangnya/ peer).
6.             Unsur Proposal Penelitian

 Unsur-unsur Isi Proposal dan Keterkaitannya

Secara umum, isi proposal penelitian meliputi.unsur-unsur sebagai berikut (menurut pedoman penulisan tesis yang dikeluarkan oleh Program Pascasarjana UGM, 1997):
1.      Judul
2.      Latar belakang & perumusan permasalahan (& keaslian penelitian, dan faedah yang dapat diharapkan)
3.      Tujuan dan Lingkup penelitian
4.      Tinjauan Pustaka
5.      Landasan Teori
6.      Hipotesis
7.      Cara penelitian
8.      Jadwal penelitian
9.      Daftar Pustaka
10.  Lampiran
Keterkaitan antar unsur tersebut terlihat seperti pada gambar di bawah ini:

unsur / elemen proposal penelitian
Dari gambar di atas terlihat bahwa ada tiga unsur yang menjadi “sentral” keterkaitan unsur-unsur proposal, yaitu: (a) rumusan permasalahan, (b) tinjauan pustaka, dan (c) cara penelitian. Rumusan masalah berfungsi mengarahkan fokus penelitian, sedangkan tinjauan pustaka merupakan dialog dengan khazanah ilmu pengetahuan, dan cara (metode) penelitian menjadi cetak biru (rancangan) untuk pelaksanaan penelitian. Karena ketiga unsure ini menjadi sentral dari isi proposal penelitian, maka bahasan dimulai dari ketiga unusr tersebut. Bahasan di bawah ini bersifat singkat, sedangkan bahasan yang lebih panjang lebar diberikan dalam bab-bab tersendiri.

6.1         Judul proposal penelitian

Judul merupakan gerbang pertama seseorang membaca sebuah proposal penelitian. karena merupakan gerbang pertama, maka judul proposal penelitian perlu dapat menarik minat orang lain untuk membaca. Judul perlu singkat tapi bermakna dan tentu saja harus jelas terkait dengan isinya.

6.2         Latar belakang

Dua pertanyaan perlu dijawab dalam rangka mengisi bagian latar belakang ini, yaitu: Mengapa kita memilih permasalahan ini? Apakah ada opini independen yang menunjang diperlukannya penelitian ini? Untuk menjawab pertanyaan “mengapa kita memilih permasalahan ini?”, maka langkah pertama, kita perlu memilih bidang keilmuan yang kita ingin lakukan penelitiannya. 

6.3         Rumusan permasalahan

Rumusan permasalahan perlu dituliskan secara singkat, jelas, mudah dipahami dan mudah dipertahankan. Rumusan yang tersamar terkandung dalam alinea tidak diharapkan karena memaksa pembaca untuk mencari sendiri dan menginterpretasikan sendiri bagianbagian dari alinea atau kalimat-kalaimat yang bersifat rumusan permasalahan.

6.4         Keaslian penelitian

Dalam bagian ini, pada dasarnya, perlu kita tunjukkan (dengan dasar kajian pustaka) bahwa permasalahan yang akan kita teliti belum pernah diteliti sebelumnya. Tapi bila sudah pernah diteliti, maka perlu kita tunjukkan bahwa teori yang ada belum mantap dan perlu diuji kembali.

6.5         Faedah yang diharapkan

Dalam bagian ini perlu ditunjukkan manfaat atau faedah yang diharapkan dari penelitian ini untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan atau pembangunan negara.

6.6         Tujuan dan Lingkup Penelitian                  

Tujuan penelitian berkaitan dengan kedudukan permasalahan penelitian dalam khazanah ilmu pengetahuan (yang tercermin dalam tinjauan pustaka). Kedudukan permasalahan—dilihat dari pandangan tertentu—mempunyai lima macam kemungkinan, yaitu; ekplorasi (masih “meraba-raba”), deskripsi (menjelaskan lebih lanjut), eksplanasi (mengkonfirmasikan teori), prediksi (menjelaskan hubungan sebab-akibat), dan aksi (aplikasi ke tindakan).

6.7         Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka memuat uraian sistematis dan bersifat diskusi tentang hasil-hasil penelitian sebelumnya dan terkait serta ilmu pengetahuan mutakhir (berupa pustaka) yang terkait dengan permasalahan. Tinjauan pustaka berbeda dengan resensi pustaka. Resensi pustaka membahas pustaka satu demi satu, sedangkan tinjauan pustaka membahas pustaka-pustaka per topik (bukan per pustaka), dalam bentuk debat atau diskusi antar pustaka tentang suatu topik tertentu.

6.8         Landasan Teori dan Hipotesis

Seperti diterangkan di bagian “Tinjauan Pustaka”, landasan teori diangkat (disarikan) dari tinjauan pustaka tentang kerangka teori yang melatarbelakangi (menjadi landasan) bagi permasalahan yang diteliti. Landasan teori merupakan satu set teori yang dipilih oleh peneliti sebagai tuntunan untuk mengerjakan penelitian lebih lanjut dan juga termasuk untuk menulis hipotesis. Landasan teori dapat berbentuk uraian kualitatif, model matematis, atau persamaan-persamaan.

6.9         Daftar Pustaka dan Lampiran

Daftar Pustaka memuat informasi pustaka-pustaka yang diacu dalam proposal penelitian. Kadangkala untuk menunjukkan bahwa peneliti membaca banyak pustaka, maka dalam daftar pustaka dituliskan juga pustaka-pustaka yang nyatanya tidak diacu dalam narasi proposal. Hal ini tidak dianjurkan untuk dilakukan, karena sudah umum bahwa peneliti tentu membaca banyak pustaka dalam rangka penelitiannya.

6.10     Hubungan antara Proposal dan Laporan Penelitian


Penyusunan proposal sebenarnya merupakan kegiatan yang menerus, meskipun pada saat yang telah ditetapkan kita harus memasukkan proposal untuk dievaluasi. Proposal yang telah selesai dievaluasi dan diterima untuk dilaksanakan tetap harus dikembangkan penulisannya. Isi proposal akan menjadi bahan awal bagi penulisan laporan penelitian, yaitu terlihat pada tabel di bawah ini:

Sumber :